Rabu, 25 April 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CEDERA KEPALA


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.

Pada umumnya kematian terjadi setelah segera setelah injury dimana terjadi trauma langsung pada kepala, atau perdarahan yang hebat dan syok. Kematian yang terjadi dalam beberapa jam setelah trauma disebabkan oleh kondisi klien yang memburuk secara progresif akibat perdarahan internal. Pencatatan segera tentang status neurologis dan intervensi surgical merupakan tindakan kritis guna pencegahan kematian pada phase ini. Kematian yang terjadi 3 minggu atau lebih setelah injury disebabkan oleh berbagai kegagalan sistem tubuh.
Faktor 2 yang diperkirakan memberikan prognosa yang jelek adalah adanya intracranial hematoma, peningkatan usia klien, abnormal respon motorik, menghilangnya gerakan bola mata dan refleks pupil terhadap cahaya, hipotensi yang terjadi secara awal, hipoksemia dan hiperkapnea, peningkatan ICP. Diperkirakan terdapat 3 juta orang di AS mengalami trauma kepala pada setiap tahun. Angka kematian di AS akibat trauma kepala sebanyak 19.3/100.000 orang. Pada umumnya trauma kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau terjatuh.
Oleh karena itulah kami menyusun Makalah ini,yang nantinya akan memberikan Informasi serta pengetahuan yang lebih dalam lagi mengenai Cidera Kepala dan Prosedur Pemberian Asuhan keperawatan bagi pasien yang menderita Cidera kepala.

1
 

B.     Tujuan.
Adapun Tujuan dari Penyusunan Makalah Asuhan keperawatan pada klien Cidera Kepala adalah:
1.      Tujuan Umum.
a.       Agar perawat khususnya Mahasiswa keperawatan mengetahui cara pemberian Asuhan keperawatan pada klien dengan Cidera kepala.
b.      Menambah wawasan akan bagaimana Prosedur dalam penanganan bagi pasien dengan Cidera Kepala.
2.      Tujuan Khusus.
a.       Memberikan Informasi atau pengetahuan kepada Mahasiswa keperawatan Mengenai Manifestasi klinis serta Komplikasi pada klien Cidera kepala.
b.      Sebagai Tugas dari Mata Kuliah Sistem Neurobihavior 1.
C.    Rumusan Masalah.
Adapun Rumusan masalah yang kami paparkan dalam makalah ini yaitu:
1.      Definisi Cedera Kepala?
2.      Gejala-gejala Pada Klien dengan Cedera Kepala?
3.      Patofisiologi Cedera Kepala?
4.      Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien Cedera Kepala?
5.      Klasifikasi Cedera kepala?
6.      Pemeriksaan Penunjang bagi klien Cedera Kepala?
7.     
2
Asuhan keperawatan pada klien Cedera Kepala?
BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Definisi.
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala yakni benturan dan goncangan (Gernardli and Meany, 1996).

B.     Klasifikasi.

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan  Nilai Skala Glasgow (SKG):
  1. Minor
·         SKG 13 – 15
·         Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
·         Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
  1. Sedang
·         SKG 9 – 12
·         Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
·         Dapat mengalami fraktur tengkorak.
2
 

  1. Berat


  
·         SKG 3 – 8
·         Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
·         Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C.    Tanda dan Gejala.

1)      Pola pernafasan.
Pusat pernafasan diciderai oleh peningkatan TIK dan hipoksia, trauma langsung atau interupsi aliran darah. Pola pernafasan dapat berupa hipoventilasi alveolar, dangkal.
2)      Kerusakan mobilitas fisik.
Hemisfer atau hemiplegi akibat kerusakan pada area motorik otak.
3)      Ketidakseimbangan hidrasi.
Terjadi karena adanya kerusakan kelenjar hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan TIK.
4)      Aktifitas menelan.
Reflek melan dari batang otak mungkin hiperaktif atau menurun sampai hilang sama sekali.
5)      Kerusakan komunikasi.
Pasien mengalami trauma yang mengenai hemisfer serebral menunjukkan disfasia, kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa.

  1. Manifestasi Klinis
a)      Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b)      Kebingungan
c)      Iritabel
d)     Pucat
e)     
3
Mual dan muntah
f)       Pusing kepala
g)      Terdapat hematoma
h)      Kecemasan
i)        Sukar untuk dibangunkan
j)        Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E.     Patofisiologi.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.


4
 

F.    
Trauma kepala
Pathway.
5
Ekstra kranial
Tulang kranial
Intra kranial
Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler
Terputusnya kontinuitas jaringan tulang
Jaringan otak rusak (kontusio, laserasi)
Gangguan suplai darah
Resiko infeksi
Nyeri
Iskemia
-    Perdarahan
-    hematoma
Hipoksia
Perubahan perfusi jaringan
kejang
Perubahan sirkulasi CSS
Gangg. Fungsi otak
Gangg. Neurologis fokal
-    Bersihan jln nafas
-    Obstruksi jln. Nafas
-    Dispnea
-    Henti nafas
-    Perubahan. Pola nafas
Peningkatan TIK
-    Mual-muntah
Papilodema
Pandangan kabur
Penurunan fungsi pendengaran
Nyeri kepala
Defisit neurologis
Girus medialis lobus temporalis tergeser
Resiko kurangnya volume cairan
Gangg. Persepsi sensori
Herniasi unkus
Tonsil cerebrum tergeser
Kompresi medula oblongata
Messenfalon tertekan
Resiko injuri
immobilitasi
cemas
Resiko gangg. Integritas kulilt
Kurangnya perawatan diri
Gangg. kesadaran
 

























G.    Komplikasi.

ü  Hemorrhagie
ü  Infeksi
ü  Edema
ü  Herniasi
ü  kejang

H.    Pemeriksaan penunjang.
            Pemeriksaan Diagnostik:
a)      CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b)      Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c)      X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
d)     Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
e)      Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

I.       Penata7laksanaan.

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1.      Observasi 24 jam
2.      Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3.      Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4.      Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5.      Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6.      Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7.      Pemberian obat-obat analgetik.

6
 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian.

1.         Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2.         Pemeriksaan fisik
a.       Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kus maull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
b.      Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c.       Sistem saraf :
Ø  Kesadaran à GCS.
Ø  Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Ø  Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
d.      Sistem pencernaan
Ø  Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?
Ø  Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
Ø  Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e.       Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f.       Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g.      Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
7
 

B. Diagnosa.

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
  1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
  2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
  3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
  4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan  muntah.
  5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
  6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
  7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
  8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
  9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

C.    Intervensi Keperawatan.

1.      Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan: Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi:
-        Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
-       
8
Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
-        Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.
-        Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
-        Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
-        Pemberian oksigen sesuai program.

  1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan: Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi:
-        Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
-        Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
Ø  peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
Ø  tekanan pada vena leher.
Ø  pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
-        Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
-        Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
-        Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
-       
9
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
-        Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.
-        Monitor intake dan out put.
-        Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
-        Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
-        Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

3.      Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan: Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak  menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi:
-        Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
-        Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
-         Perawatan kateter bila terpasang.
-        Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
-        Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.

4.     
10
Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
-        Kaji intake dan out put.
-        Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor  kulit, membran mukosa, dan       ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
-        Berikan cairan intra vena sesuai program.

5.      Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan: Anak terbebas dari injuri.
Intervensi:
-        Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
-        Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
-        Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
-        Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
-        Berikan analgetik sesuai program.

6.      Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan: Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.

11
 

Intervensi:
-        Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
-        Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
-        Kurangi rangsangan.
-        Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
-        Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
-        Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
7.      Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
Tujuan: Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
-        Kaji adanya drainage pada area luka.
-        Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
-        Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
-        Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.

8.      Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
Tujuan: Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak.

12
 

Intervensi:
-        Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.
-         Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
-        Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
-        Gunakan komunikasi terapeutik.

9.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.
Intervensi:
-        Lakukan latihan pergerakan (ROM).
-        Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
-        Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.
-        Kaji area kulit: adanya lecet.
-        Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.








13
                  
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala yaitu adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi – descelarasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan factor dan penurunan percepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.

B.     Saran.

Guna sempurnanya makalah kami ini,kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari Rekan-rekan kelompok lain serta dari Dosen Pembimbing.





14
 

DAFTAR PUSTAKA

1.      Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.
2.      Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
3.      Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
4.      Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.
5.     
15
Abdul Hafid, M. Sajid Darmadiputra, Umar Kasan, (1989), Strategy Dasar Penanganan Cidera Otak, Warta IKABI Cab. Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar